Al-Qadlaya : Jurnal Hukum Keluarga Islam https://ejournal.stismu.ac.id/ojs/index.php/alqadlaya <p>Al-Qadlaya : Jurnal Hukum Keluarga Islam, diterbitkan oleh Program Studi Hukum Keluarga Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Miftahul Ulum Lumajang sebanyak dua kali dalam setahun (Junin dan Desember). Jurnal ini memuat beberapa artikel ilmiah yang mencakup Hukum Keluarga dalam nuansa keislaman, keperdataan, sosial dan Gender. Al-Qadlaya tidak hanya menjadi wadah para peneliti di lingkungan internal kampus saja, tetapi juga membuka secara luas akses para kaum akademis untuk berkontribusi dalam menuangkan hasil analisa dan pemikiran dalam bentuk karya tulis ilmiah yang kemudian dipublish melalui jurnal ini. Al-Qadlaya, selalu menempatkan Hukum Keluarga Islam, Wacana Gender, dan Hukum Perdata Islam sebagai fokus utama. Hingga saat ini, dengan prosedur <em>double peer-review</em> yang adil, Al-Qadlaya secara konsisten menerbitkan penelitian/kajian yang berkaitan dengan bidang tersebut dalam berbagai dimensi dan pendekatan. Jenis penelitiannya meliputi kajian tekstual dan kerja lapangan dengan multi perspektif.</p> <p><a href="https://issn.lipi.go.id/terbit/detail/20211230261104528" target="_blank" rel="noopener">ISSN 2809-5936 (online)</a></p> <p><a href="https://issn.lipi.go.id/terbit/detail/20211230261104528">ISSN 2809-6681 (print)</a></p> <p><strong>Email</strong>: <a href="https://ejournal.stismu.ac.id/ojs/index.php/alqadlaya/management/settings/context/mailto:jurnalqolamuna@gmail.com" target="_blank" rel="noopener">alqadlayajournal@gmail.com</a></p> Sekolah Tinggi Agama Islam Miftahul Ulum Lumajang en-US Al-Qadlaya : Jurnal Hukum Keluarga Islam 2809-6681 Larangan Pernikahan Adat Salep Tarjhe Persepektif ‘Al-Adatu Muhakkamah: (Studi Kasus: Desa Tegalrandu Kecamatan Klakah, Kabupaten Lumajang) https://ejournal.stismu.ac.id/ojs/index.php/alqadlaya/article/view/2095 <p>kerabat laki-laki dari pihak istri dengan kerabat perempuan dari pihak suaminya, baik ipar dan <br>saudara kandungnya. Apabila sebaliknya, maka tidak dilarang secara adat di Desa Tegalrandu, <br>Kecamatan klakah, Kabupaten Lumajang, sebagai lokasi khusus penelitian. Al-‘adah <br>muhakkamah termasuk antara lima kaedah fiqh yang disebut sebagai al-qawaid al-kubra, kaedah <br>ini bermaksud adat diterima sebagai hukum. Adapun adat atau yang juga disebut ‘urf adalah <br>suatu perkara yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga menjadi suatu tradisi. Teori ini <br>banyak digunakan dalam masalah muamalat dan kehakiman. Penelitian ini menjadi menarik, <br>karena dengan kayanya adat istiadat yang terdapat di Tengah-tengah masyarakat Jawa, <br>khususnya daerah pendalungan (suku Madura) yang hingga dewasa ini masih sangat <br>mempercayai adat istiadat leluhurnya.</p> Fathul Ulum Copyright (c) 2024 2025-01-30 2025-01-30 4 01 1 11 INTEGRASI PRINSIP MAQASHID SYARIAH DALAM PUTUSAN PERADILAN AGAMA: MENUJU KEADILAN SOSIAL DALAM KASUS HUKUM KELUARGA https://ejournal.stismu.ac.id/ojs/index.php/alqadlaya/article/view/2096 <p>Penelitian ini membahas integrasi prinsip <em>maqashid syariah</em> dalam putusan peradilan agama, khususnya dalam konteks hukum keluarga Islam, untuk mencapai keadilan sosial bagi para pihak yang terlibat. Masalah utama yang dikaji adalah bagaimana prinsip <em>maqashid syariah</em> dapat diterapkan dalam penyelesaian perkara-perkara hukum keluarga, seperti perceraian, hak asuh anak, dan pembagian harta warisan, serta sejauh mana penerapan prinsip ini mendukung tercapainya keadilan yang holistik. Penelitian ini menggunakan metode analisis normatif dengan pendekatan kualitatif, yang mengkaji peraturan perundang-undangan terkait hukum keluarga Islam, putusan-putusan pengadilan agama, serta wawancara dengan hakim peradilan agama dan pakar hukum keluarga. Temuan-temuan penelitian menunjukkan bahwa meskipun prinsip <em>maqashid syariah</em> sudah mulai diterapkan dalam beberapa putusan, namun implementasinya masih terbatas dan belum optimal. Penerapan <em>maqashid syariah</em> diharapkan dapat memberikan solusi yang lebih adil dan sesuai dengan nilai-nilai sosial, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan hak-hak perempuan dan anak. Penelitian ini memberikan rekomendasi penting untuk memperkuat pemahaman dan penerapan <em>maqashid syariah</em> dalam peradilan agama demi tercapainya keadilan substansial dalam hukum keluarga Islam di Indonesia.</p> Beni Ashari Copyright (c) 2024 2024-12-12 2024-12-12 4 01 12 20 Peran Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Membentuk Kebijakan Hukum Nasional: Tinjauan Perspektif Hukum Positif Indonesia https://ejournal.stismu.ac.id/ojs/index.php/alqadlaya/article/view/2121 <p>Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) memainkan peran strategis dalam memberikan panduan keagamaan kepada umat Islam di Indonesia. Walaupun fatwa bukan merupakan produk hukum yang bersifat mengikat secara langsung, keberadaannya memiliki dampak yang signifikan terhadap kebijakan hukum nasional, terutama dalam konteks penyelesaian masalah yang berkaitan dengan nilai-nilai agama. Sebagai lembaga yang berwenang memberikan fatwa, MUI turut berperan dalam membimbing masyarakat untuk menjalankan kehidupan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, serta mempengaruhi regulasi dan kebijakan publik yang diambil oleh pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara fatwa MUI dengan sistem hukum nasional Indonesia dan bagaimana fatwa tersebut berperan dalam membentuk kebijakan hukum yang sesuai dengan ajaran agama.</p> <p>Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus untuk menganalisis peran dan pengaruh fatwa MUI dalam konteks hukum nasional. Sumber data utama dalam penelitian ini berupa dokumen-dokumen fatwa yang dikeluarkan oleh MUI, peraturan perundang-undangan yang terkait, serta wawancara dengan ahli hukum, tokoh agama, dan praktisi hukum. Analisis dilakukan dengan menggali bagaimana fatwa-fatwa tersebut diterima dan diterapkan dalam kebijakan hukum nasional, serta dampaknya terhadap implementasi hukum di Indonesia. Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk memahami secara mendalam interaksi antara fatwa agama dan hukum negara.</p> <p>Hasil penelitian menunjukkan bahwa fatwa MUI, meskipun tidak mengikat secara langsung dalam kerangka hukum positif Indonesia, memiliki pengaruh besar dalam pembentukan kebijakan yang sejalan dengan prinsip-prinsip Islam. Fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh MUI seringkali dijadikan acuan dalam pembuatan regulasi pemerintah, terutama dalam bidang-bidang yang menyentuh masalah moral, sosial, dan ekonomi umat Islam. Hasil ini juga menunjukkan bahwa meskipun ada tantangan dalam menjembatani kedudukan fatwa dalam sistem hukum nasional, pengaruh fatwa terhadap keputusan hukum dan kebijakan publik tetap signifikan, yang mencerminkan adanya keterkaitan yang erat antara hukum agama dan hukum negara di Indonesia</p> Imam Bayhaki Copyright (c) 2025 2024-12-24 2024-12-24 4 01 21 29 Kontroversi Pernikahan Rasulullah dengan Siti Aisyah Perspektif Kompilasi Hukum Islam dan UU Perkawinan https://ejournal.stismu.ac.id/ojs/index.php/alqadlaya/article/view/2122 <p>Penelitian ini berdasarkan dari maraknya kasus perceraian yang terjadi di Jawa Timur, sedangkan salah satu faktor tebesar melonjaknya angka perceraian itu adalah banyaknya pernikahan anak di usia dini. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kontroversi pernikahan Rasulullah SAW dan Aisyah dalam kompilasi hukum Islam dan undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974. Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Sumber data dari dalam penelitian ini, yaitu: data primerenya adalah teks-teks hadist, sedangkan data sekundernya adalah buku-buku, artikel serta jurnal yang relevan dengan pembahasannya. Teknik pengumpulan datanya menggunakan teknik, simak baca dan catat. Sedangkan dalam analisis data menggunakan Miles dan Huberman yang terdiri dari; pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Adapun hasil penelitian ini menujukkan bahwa Menurut pandangan Hukum Islam, pernikahan yang terjadi pada Rasulullah dengan Aisyah merupakan pernikahan yang didasari atas tujuan agama, dan dilihat dari kematangan psikis maupun pemikiran, seseorang yang telah memasuki umur 9 tahun sudah dapat berpikir dewasa, jadi tidak diherankan apabila banyak sekali pada zaman dahulu, orang-orang menikahkan putrinya di usia yang sangat belia. Berbeda dengan zaman sekarang, yang sudah ada peraturan dan UUD perkawinan dijelaskan bahwa batasan untuk seseorang dapat menikah Ketika sang pihak pria sudah memasuki umur 18 tahun, sedangkan pihak putri telah mencapai umur 15 tahun. Meskipun dalam adat dan budaya suatu daerah tertentu, mengharuskan menikahkan anak-anaknya pada usia yang sangat belia, para orang tua harus tetap mematuhi UUD dan peraturan yang telah ditetapkan sebagai asas negara tentang batasan umur seseorang dapat melakukan pernikahan untuk menghindari dampak buruk pernikahan dini.</p> Nabila Nailil Amalia Bilqist Adna Salsabila Asbarin Copyright (c) 2025 2024-12-27 2024-12-27 4 01 30 42